Faridatul
mahmudah: 932510112
Dasar-Dasar
pengembangan kurikulum
Kurikulum
disekolah dibina dan dikembangkan oleh guru. Pembinaan di sini dimaksudkan
bahwa apa yang diprogamkan dalam kurikulum resmi dapat diimplementasikan
semaksimal mungkin sehingga mencapai hasil sebagaiman yang diharapkan.
Sedangkan pengembangan kurikulum mempunyai dua maksud, yaitu:
a. Penyusunan
dan perencanaan kurikulum
b. Penjabaran
kurikulum resmi kedalam pengembangan belajar mengajar (kurikulum aktual)
Dalam
pembinaan maupun pengembangan kurikulum, haruslah seorang guru berpijak pada
landasan yang kokoh. Landasan itu seharusnya memiliki kriteria:
a. Arah
kurikulum itu sendiri dilandaskan kepada sesuatu yang diyakini kebenaran atau
kebaikan.
b. Isi
kurikulum sesuai dengan tuntutan masyarakat yang bersifat dinamis sebagai
pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Proses
belajar mengajar memperhatikan prinsip psikologis, baik teori belajar maupun
perkembangan individu.[1]
Berdasarkan
dari kriteria di atas, maka landasan pembinaan dan pengembangan kurikulum
meluputi:
a. Landasan
Filosofis (filsafat)
Pendidikan berintikan interaksi antar
manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta
proses bagaimana interaksi tesebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan
pendidikan, siapa pendidik dan yang terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana
proses interaksi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut,
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang
esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Secara bahasa filsafat berarti “cinta
akan kebijakan”. Sedangkan secara akademik filsafat berarti upaya untuk
menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistmatis dan komprehensif
tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya. Filsafat mencakup
keseluhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai
satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di
dalamnya. Sering dikatakan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu.
Filsafat membahas segala permasalahan yang
dihadapi oleh manusia termasuk masalah-masalah pendidikan yang di sebut
filsafat pendidikan. Walaupun jika dilihat sepintas, filsafat pendidikan hanya
merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan, tetapi sebenarnya antara filsafat dan filsafat
pendidikan memiliki hubungan yang erat. Menurut Donalt Butler, filsafat
memberikan arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan praktik
pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filosofis.[2]
b. Landasan
Psikologis
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap
perkembangannya, keadaan lingkungannya, juga karena perbedaan faktor-faktor
yang dibawa sejak kelahirannya. Kondisi ini
pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara
individu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan
harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi
pendidiknya.
Kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses perubahan
perilaku peserta didik. Adanya kurikulum diharapkan dapat membentuk tingkah
laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual dan potensial dari setiap
peserta didik, serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang
relatif lama.
Psikologi merupakan salah satu
landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh para
pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan
memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar
manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik
dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena
kondisi psikologisnya.
Interaksi yang tercipta
didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak
didik dan pendidik. Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam
proses perkembangan. Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan
perkembangan peserta didik tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik.
Penyesuaian yang dimaksud berkaitan dengan segi materi atau bahan yang harus
disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua
cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum,
yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
c. Masyarakat
dan Budaya
Dikatakan bahwa
pendidikan merupakan sosialisasi dari pewarisan budaya dari generasi ke generasi
selanjutnya dalam upaya meningkatkan harkat martabat manusia, baik individu,
kelompok masyarakat, maupun dalam konteks yang lebih luas yaitu budaya bangsa.
Oleh karena itu anak didik dihadapkan pada budaya manusia, dibina dan
dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, dan diarahkan kemampuan diri anak
tersebut kearah manusia yang berbudaya.
Peserta didik
berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Setiap lingkungan
masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola
kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting
dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Pendidikan sebagai
proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa dan rasa
manusia menuju ke peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia
yang berbudaya. Semakin meningkatnya perkembangan sosial budaya manusia akibat
majunya IPTEK yang merupakan bagian dari budaya itu sendiri, maka semakin
tinggi pulalah tuntutan hidup manusia. Untuk itu diperlukan kesiapan sekolah
atau lembaga pendidikan dalam menjawab segala tantangan akibat perkembangan kebudayaan
tersebut.
Kurikulum
pendidikan harus dan sewajarnya pula dapat menyesuaikan bahkan dapat
mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi di samping perlunya
penyesuaian dengan kondisi masyarakat saat ini. Untuk itu guru dituntut dapat
membina dan melaksanakan kurikulum, agar apa yang diberikan kepada anak
didiknya berguna dan relevan dengan kehidupan dalam masyarakat.[3]
d. Orientasi
ke Masa Depan
Sebagai penyelenggaraan pendidikan, kurikulum perlu
dikembangkan bedasarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan termanifestasi
dalam pribadi-pribadi peserta didik,
baik perilaku maupun sikap. Beberapa
profil manusia yang diharapkan terbentuk melaluli pendidikan dan interaksi
masyarakat adalah berorientasi tinggi, hemat, memiliki hasrat bereksplorasi,
menghargai karya, berusaha dengan kemampuan sendiri, berdisiplin murni dan
berani bertanggung jawab.
Namun Yarmaini Mainuddin (1994:41) memrioritaskan
pembekalan sifat-sifat kreatif, beprakarsa dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapi oleh para lulusan. Maksud dari ketiga ciri tersebut adalah sebagai
berikut:
Kreativitas. Sebagai suatu proses,
kreativitas merupakan kegiatan mental yang bertahap. Dalam proses initerjadi
interaksi antara ketiga ranah kejiwaan yakni kognitif, afektif dan psikomotor.
Intuisi sangat berperan dalam kreativitas, karena seperti sebuah kebiasaan
intuisi memberikan semacam keyakinan bahwa ada kombinasi-kombinasi yang
efektivitas prediktif sebelum sampai pada pengambilan kesimpulan. Produk
kreativitas tidak selalu asli dan baru, setiap orang bisa menemukan sesuatu
yang baru bagi dirinya. Konsep kepribadian menunjukkan bahwa perilaku seperti
tekun, keingintahuan yang besar, berkemauan keras, bereaksi positif dan
bergairah terhadap sesuatu yang baru, asing atau ganjil, berupaya secara gigih
untuk mewujudkan cita-cita merupakan dorongan kreativitas seseorang.
Prakarsa atau Inisiatif berkaitan erat dengan konsep motif. Tiga aspek
motif yang mencirikan prakarsa adalah memberikan perhatian spontan pada objek
tertentu, tergugah emosinya untuk segera mencari pemuasan yang berkaitan dengan
objek tersebut dan terbentuknya rangsangan yang mendorong untuk membuat. Maka
dari itu, sebaiknya seorang guru mampu membuat ketiga hal diatas terdapat pada
diri terdidik.
Pemecahan Masalah. Pemecahan
masalah menuntut berbagai cara berpikir, kritis, analitis dan berpikir kreatif
yang didukung oleh daya intuisi. Ada dua teori yang dapat mempengaruhi cara
berpikir yaitu: kepakaran memudahkan belajar dan menalar dan pengetahuan baru
tidak dapat diajarkan secara langsung kepada siswa tanpa terlebih dahulu
mengajarkan pengetahuan-pengetahuan yang mendasarinya. Dari kedua pendapat itu
teori dapat ditarik kesimpulan bahwa, belajar memerlukan pengetahuan.[4]
[1] Mohammad
Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: CV Sinar Baru, 1985),
12
[2] Nana
Saudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung:
Remaja Rosdakarya,1997), 38-90
[3] Binti Maunah, Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), 12-13.
[4] Tedjo
Narsoyo Reksoatmodjo, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknonologi dan
Kejuruan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), 40-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar